Lihat Bisnis ABgroup yang lain :

Tampilkan postingan dengan label Al-Quran - Hadits. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Al-Quran - Hadits. Tampilkan semua postingan

Ketika Seorang Manusia Bertanya Pada Al-Qur’an

Manusia Bertanya :
Kenapa aku diuji?

Qur'an Menjawab :
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:"Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (Al-Ankabuut : 2). Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Al-Ankabuut : 3)

Manusia Bertanya :
Kenapa aku tidak diuji saja dengan hal-hal yang baik ?

Qur'an Menjawab :
………. boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Al-Baqarah : 216)

Manusia Bertanya :
Kenapa aku diberi ujian seberat ini?

Qur'an Menjawab :
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya………. (Al-Baqarah : 286)

Manusia Bertanya :
Bolehkah aku frustrasi ?

Qur'an Menjawab :
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (Ali Imraan : 139)


Manusia Bertanya :
Bolehkah aku berputus asa ?

Qur'an Menjawab : :
………..dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (Yusuf : 87)


Manusia Bertanya :
Bagaimana cara menghadapi ujian hidup ini?

Qur'an Menjawab :
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung. (Ali Imraan : 200) Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. (Al-Baqarah : 45)

Manusia Bertanya :
Bagaimana menguatkan hatiku?

Qur'an Menjawab :
….Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Ilah selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal……. (At-Taubah : 129)

Manusia Bertanya :
Apa yang kudapat dari semua ujian ini?

Qur'an Menjawab :
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka………. (At-Taubah : 111)

(Sumber Tulisan oleh : Hakeem bin Zain)



AddThis Social Bookmark Button






Macam - Macam Tasyabbuh Dalam AL-QUR’AN

Tasyabbuh (kesamaran) yang terdapat dalam Al-Qur’an ada dua macam, yaitu :

1. Tasyabbuh Hakiki, yaitu hal-hal yang tidak mungkin diketahui oleh manusia, seperti hakikat shifat-shifat Allah ‘azza wa jalla. Jadi, meskipun kita bisa mengetahui makna-makna dari shifat-shifat tersebut, akan tetapi kita tidak memahami hakikat dan kaifiyahnya, berdasarkan firman Allah ta’ala :

وَلاَ يُحِيطُونَ بِهِ عِلْماً

”Sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya” (QS. Thaahaa : 110).

Dan firman Allah ta’ala :

لاّ تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأبْصَارَ وَهُوَ اللّطِيفُ الْخَبِيرُ

”Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan itu. Dan Dia Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-An’aam : 103).

Oleh sebab itu, ketika Imam Malik rahimahullah ditanya tentang firman Allah ta’ala :

الرّحْمَـَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىَ

”(Yaitu)Allah Yang Maha Pemurah Yang bersemayam di atas ‘Arsy” (QS. Thaahaa : 5).

Bagaimana Allah beristiwa’ (bersemayam) ?; maka beliau (Imam Malik) menjawab :
الإستواء غير مجهول والكيف غير معقول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة

”Istiwa’ itu tidak asing lagi, dan kaifiyahnya tidak diketahui oleh akal. Beriman kepadanya adalah wajib, dan bertanya tentangnya adalah bid’ah”.

Hal semacam ini tidak boleh ditanyakan tentang penjabarannya karena ada halangan untuk sampai kepada (jawaban)nya.

2. Tasyabbuh Nisbi; yaitu hal-hal yang tersamar bagi sebagian manusia, tetapi tidak samar bagi sebagian yang lain. Jadi, hal tersebut dapat dipahami oleh orang-orang yang kokoh ilmunya, tetapi tidak bisa dipahami oleh selain mereka. Hal semacam ini boleh ditanyakan penjabarannya dan penjelasannya, karena memungkinkan untuk sampai kepada (jawaban)nya. Sebab tidak ada sesuatupun di dalam Al-Qur’an ayat yang tidak dapat dipahami oleh anak manusia. Allah ta’ala berfirman :

هَـَذَا بَيَانٌ لّلنّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لّلْمُتّقِينَ

”(Al-Qur’an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS. Aali Imran : 138).

Dan Dia berfirman :

وَنَزّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَاناً لّكُلّ شَيْءٍ

”Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu” (QS. An-Nahl : 89).

Dan Dia berfirman :

فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتّبِعْ قُرْآنَهُ * ثُمّ إِنّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ

”Apabila Kami telah selesai membacanya, maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah penjelasannya” (QS. Al-Qiyaamah : 18-19).

Dan firman-Nya :

يَا أَيّهَا النّاسُ قَدْ جَآءَكُمْ بُرْهَانٌ مّن رّبّكُمْ وَأَنْزَلْنَآ إِلَيْكُمْ نُوراً مّبِيناً

”Wahai manusia, sungguh telah datang kepadamu petunjuk dari Rabb-mu, dan Kami menurunkan kepadamu cahaya yang terang” (QS. An-Nisaa’ : 174).

Dan contoh semacam ini banyak sekali, diantaranya adalah :

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السّمِيعُ الْبَصِيرُ

”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia – dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. Asy-Syuuraa : 11).

Hal itu membuat samar bagi ahli Ta’thil, sehingga mereka memahami ayat tersebut sebagai penafian sifat-sifat bagi Allah, dan mereka beranggapan bahwa itsbat (penetapan)nya akan berkonsekuensi kepada penyerupaan-Nya. Mereka berpaling dari ayat-ayat yang menunjukkan itsbat shifat bagi Allah ta’ala, karena itsbat (penetapan) dalam makna yang sama tidak berarti sebagai bentuk penyerupaan.

Dan diantaranya adalah firman Allah ta’ala :

وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِناً مّتَعَمّداً فَجَزَآؤُهُ جَهَنّمُ خَالِداً فِيهَا وَغَضِبَ اللّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدّ لَهُ عَذَاباً عَظِيماً

”Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan adzab yang besar baginya” (QS. An-Nisaa’ : 93).

Hal itu samar bagi orang-orang Wa’idiyyah (kaum Khawarij dan Mu’tazillah), sehingga mereka memahaminya bahwa orang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja adalah kekal di dalam neraka, dan mereka menyamaratakan hukum tersebut bagi semua pelaku dosa besar. Dan mereka berpaling dari ayat-ayat yang menunjukkan bahwa semua dosa kecuali syirik adalah dalam kehendak Allah ta’ala (apakah Allah akan mengampuninya atau mengadzabnya).

Dan diantaranya adalah firman Allah ta’ala :

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السّمَآءِ وَالأرْضِ إِنّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنّ ذَلِكَ عَلَى اللّهِ يَسِيرٌ

”Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasannya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfudh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah” (QS. Al-Hajj : 70).

Hal itu samar bagi orang-orang Jabriyyah, sehingga mereka memahaminya bahwa hamba itu dipaksa atas amal-amalnya, dan mereka menganggap bahwa dia (hamba itu) tidak mempunyai iradah (kehendak) dan tidak pula qudrah (kekuasaan) atasnya. Dan mereka berpaling dari ayat-ayat yang menunjukkan bahwa seorang hamba itu mempunyai iradah dan qudrah, dan bahwa perbuatan hamba itu ada dua macam, yaitu ikhtiyari (ada ikhtiyar bagi hamba) dan ghairu ikhtiyari (tidak ada ikhtiyat bagi hamba).

Sedangkan orang-orang yang kokoh ilmunya adalah orang-orang yang memiliki akal. Mereka mengetahui bagaimana mereka mengeluarkan ayat-ayat mutasyaabihaat ini kepada makna yang benar bersama ayat-ayat lain, sehingga seluruh Al-Qur’an itu muhkam (jelas), tidak ada kesamaran di dalamnya.



AddThis Social Bookmark Button






Memperdengarkan Al-Quran Dapat Meningkatkan IQ Balita

Ternyata Al-Qur’an dapat merangsang tingkat inteligensia (IQ) anak, yakni ketika bacaan ayat-ayat Kitab Suci itu diperdengarkan dekat mereka. Dr. Nurhayati dari Malaysia mengemukakan hasil penelitiannya tentang pengaruh bacaan Al-Qur’an dapat meningkatkan IQ bayi yang baru lahir dalam sebuah Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam sekitar tujuh tahun yang lalu.
Dikatakannya, bayi yang berusia 48 jam saja akan langsung memperlihatkan reaksi wajah ceria dan sikap yang lebih tenang. Penulis pun mempunyai seorang keponakan yang lahir tahun 2002. Entah ada kaitan dengan dengan argumentasi di atas, yang jelas sebelum umurnya satu tahun, ia sering baru bisa tidur bila di sampingnya diperdengarkan suara orang mengaji melalui tape recorder.

Seperti diketahui, dengan mendengarkan musik, detak jantung bayi menjadi teratur. Malah untuk orang dewasa akan menimbulkan rasa cinta. Hanya arahnya tidak tentu. Sedangkan Al-Qur’an, selain itu, sekaligus menimbulkan rasa cinta kepada Tuhan Maha Pencipta. Jadi, bila bacaan Al-Qur’an diperdengarkan kepada bayi, akan merupakan bekal bagi masa depannya sebagai Muslim, dunia maupun akhirat.

Dalam musik terkandung komposisi not balok secara kompleks dan harmonis, yang secara psikologis merupakan jembatan otak kiri dan otak kanan, yang output-nya berupa peningkatan daya tangkap/konsentrasi. Ternyata Al-Qur’an pun demikian, malah lebih baik. Ketika diperdengarkan dengan tepat dan benar, dalam artian sesuai tajwid dan makhraj, Al-Qur’an mampu merangsang syaraf-syaraf otak pada anak.
Ingat, neoron pada otak bayi yang baru lahir itu umumnya bak “disket kosong siap pakai”. Berarti, siap dianyam menjadi jalinan akal melalui masukan berbagai fenomena dari kehidupannya. Pada gilirannya terciptalah sirkuit dengan wawasan tertentu. Istilah populernya apalagi kalau bukan “intelektual”.
Sedangkan anyaman tersebut akan sernakin mudah terbentuk pada waktu dini. Neoron yang telah teranyam di antaranya untuk mengatur faktor yang menunjang kehidupan dasar seperti detak jantung dan bernapas. Sementara neoron lain menanti untuk dianyam, sehingga bisa membantu anak menerjemahkan dan bereaksi terhadap dunia luar.
Selama dua tahun pertama anak mengalami ledakan terbesar dalam hal perkembangan otak dan hubungan antar sel (koneksi). Lalu setahun kemudian otak mempunyai lebih dari 300 trilyun koneksi, suatu kondisi yang susah terjadi pada usia dewasa, terlebih usia lanjut. Makanya para pakar perkembangan anak menyebut usia balita sebagai golden age bagi perkembangan inteligensia anak.

Memang bila orangtua tidak memanfaatkan kesempatan ini dengan jalan membantu dari belakang, maka tetap tidak akan mempengaruhi kemampuan otak anak dalam menganyam neoron, karena kesempatan untuk memperkuat koneksi otak terbuka luas selama masa anak-anak. Tetapi tentu akan semakin baik bila orangtua pun ikut aktif membantu.
Otak telah tumbuh jauh sebelum bayi lahir. la telah mulai bekerja yang hasilnya merupakan benih penginderaan berdasarkan prioritas. Umumnya pendengaran lebih dulu. Jadi, selama masa itu penting sekali untuk selalu menghadirkan lingkungan kondusif dan baik bagi perkembangan otaknya.
Hilangnya lingkungan ini hanya akan membuat otak menderita dan menganggur yang gilirannya mempengaruhi tingkat kecerdasannya.

Dalam kaitan upaya meningkatkan pribadi Muslim, seyogyanya bayi sudah diperdengarkan bacaan Al-Qur’an sejak dalam rahim. Jadi, bila ada anjuran kepada ibu-ibu hamil untuk rajin membaca Al-Qur’an menjelang bersalin, itu ada dasar ilmiahnya juga. Makin baik dan benar bacaan itu, termasuk lagunya, makin baik hasilnya. Tujuannya tentu saja bukan mengajak bayi memahami substansi atau makna kandungan ayat-ayat Al-Qur’an, tetapi memperkuat daya tangkap/konsentrasi otak bayi. Sehingga akan semakin mudahlah ia menghafal ayat-ayat Al-Qur’an beserta terjemahannya ketika sudah memasuki masa belajar.
layananquran.com

AddThis Social Bookmark Button




Definisi Hadits

Hadits (bahasa arab: الحديث) secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam perkataan dimaksud adalah perkataan dari Nabi Muhammad SAW. Namun sering kali kata ini mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan sunnah sehingga berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum dibawah Al Qur'an.

STRUKTUR HADITS

Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).

Contoh:Musaddad mengabari bahwa Yahyaa sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri" (Hadits riwayat Bukhari)

Sanad

Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah

Al-Bukhari > Musaddad > Yahyaa > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.

Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan sanadnya ialah :

- Keutuhan sanadnya

- Jumlahnya

- Perawi akhirnya

Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam.Hal ini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.

Matan

Matan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah:"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri" Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadist ialah:Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan, Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).

KLASIFIKASI HADITS

Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (periwayat) serta tingkat keaslian hadits (dapat diterima atau tidaknya hadits bersangkutan)

Berdasarkan ujung sanad

Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu' (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqtu' :

Hadits Marfu' adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad SAW (contoh:hadits sebelumnya)

Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu'. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah". Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat seperti "Kami diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...", "Kami terbiasa... jika sedang bersama rasulullah" maka derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'.

Hadits Maqtu' adalah hadits yang sanadnya berujung pada para Tabi'in (penerus). Contoh hadits ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: "Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu". Keaslian hadits yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah SAW dari ucapan para sahabat maupun tabi'in dimana hal ini sangat membantu dalam area perdebatan dalam fikih ( Suhaib Hasan, Science of Hadits).

Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad

Berdasarkan klasifikasi ini hadits terbagi menjadi beberapa golongan yakni Musnad, Munqati', Mu'allaq, Mu'dal dan Mursal. Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur diatasnya.

Ilustrasi sanad : Pencatat Hadits > penutur 4> penutur 3 > penutur 2 (tabi'in) > penutur 1(Para sahabat) > Rasulullah SAW

- Hadits Musnad, sebuah hadits tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki hadits tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Yakni urutan penutur memungkinkan terjadinya transfer hadits berdasarkan waktu dan kondisi.

- Hadits Mursal. Bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW (contoh: seorang tabi'in (penutur2) mengatakan "Rasulullah berkata" tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang menuturkan kepadanya).

- Hadits Munqati' . Bila sanad putus pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3 - Hadits Mu'dal bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.

- Hadits Mu'allaq bila sanad terputus pada penutur 4 hingga penutur 1 (Contoh: "Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan...." tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah).

Berdasarkan jumlah penutur

Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi atas hadits Mutawatir dan hadits Ahad.

- Hadits mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan (thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad).

Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat) dan ma'nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat)

- Hadits ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain : Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain terdapat banyak penutur) Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan) Mashur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada salah satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir.

Berdasarkan tingkat keaslian hadits

Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, da'if dan maudu'

Hadits Shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:

- Sanadnya bersambung; Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.

- Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits .

Hadits Hasan, bila hadits yg tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.

Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau mu’dal)dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.

Hadits Maudu' , bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.

Jenis-jenis lain

Adapun beberapa jenis hadits lainnya yang tidak disebutkan dari klasifikasi di atas antara lain:

- Hadits Matruk, yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu Hadits yang hanya dirwayatkan oleh seorang perawi saja dan perawi itu dituduh berdusta.

- Hadits Mungkar, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya/jujur.

- Hadits Mu'allal, artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadis Mu'allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut Hadits Ma'lul (yang dicacati) dan disebut Hadits Mu'tal (Hadits sakit atau cacat)

- Hadits Mudlthorib, artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidaksama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan

- Hadits Maqlub, yakni hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan ileh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi)

- Hadits gholia, yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah

- Hadits Mudraj, yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh perawinya

- Hadits Syadz, Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi orang yang terpercaya yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi yang lain.

- Hadits Mudallas, disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya. Yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad atau pada gurunya. Jadi Hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya

Beberapa istilah dalam ilmu hadits

Berdasarkan siapa yang meriwayatkan, terdapat beberapa istilah yang dijumpai pada ilmu hadits antara lain:

Muttafaq Alaih (disepakati atasnya) yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, dikenal dengan Hadits Bukhari dan Muslim

As Sab'ah berarti tujuh perawi yaitu: Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Nasa'i dan Imam Ibnu Majah

As Sittah maksudnya enam perawi yakni mereka yang tersebut diatas selain Ahmad bin Hambal

Al Khamsah maksudnya lima perawi yaitu mereka yang tersebut diatas selain Imam Bukhari dan Imam Muslim

Al Arba'ah maksudnya empat perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim

Ats Tsalatsah maksudnya tiga perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah.

Periwayat Hadits yang diterima oleh AhlusSunnah walJamaah

Aturan-aturan Hadits dari Sunni mendapatkan bentuk terakhirnya kurang lebih 3 abad setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Ilmuwan hadits yang kemudian memperdebatkan keotentikan beberapa hadits tetapi otoritas dari buku-buku tersebut meningkat dengan pesat. Aturan-aturan ini, ada yang menyatakan dengan Koleksi Enam Hadits Utama ada pula dengan Koleksi Tujuh Hadits Utama, termasuk:

- Shahih Bukhari, disusun oleh Bukhari (194-256 H)

- Shahih Muslim, disusun oleh Muslim (204-262 H)

- Sunan Abu Daud, disusun oleh Abu Dawud (202-275 H)

- Sunan at-Turmudzi, disusun oleh At-Turmudzi (209-279 H)

- Sunan an-Nasa'i, disusun oleh an-Nasa'i (215-303 H)

- Sunan Ibnu Majah, disusun oleh Ibnu Majah (209-273).

Shahih Bukhari dan Shahih Muslim biasanya dianggap yang paling dipercaya dari koleksi ini. Ada beberapa perdebatan yang terjadi apakah anggota ke-6 dari aturan ini seharusnya Ibnu Majah atau Al Muwaththa dari Imam Malik. Selain itu, ada pula yang memasukkan Musnad dari Ahmad bin Hanbal sebagai bagian dari aturan tersebut.

Sebagai catatan, kelompok Syi'ah hanya mempercayai hadits yang diriwayatkan oleh keturunan Muhammad saw, melalui Fatimah az-Zahra, atau oleh pemeluk Islam awal yang memihak Ali bin Abi Thalib. Syi'ah tidak menggunakan hadits yang berasal atau diriwayatkan oleh mereka yang menurut kaum Syi'ah diklaim memusuhi Ali, seperti Aisyah, istri Muhammad saw, yang melawan Ali pada Perang Jamal. Ada beberapa sekte dalam Syi'ah, tetapi sebagian besar menggunakan: Ushul al-Kafi, Al-Istibshar, Al-Tahdzib Man La Yahduruhu al-Faqih

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Hadits Dengan Referensi dari Buku-buku :- Introduction to the Science of Hadith Classification by Shaikh (Dr.) Suhaib Hassan [1] - Pengetahuan Dasar tentang Pokok-pokok Ajaran Islam (A/B) oleh Mh. Amin Jaiz - Metodologi Kritik Matan Hadis oleh Dr. Salahudin ibn Ahmad al-Adlabi, terjamahan, ISBN 979-578-047-6

ABgroup Corporate
http://www.asikinbusiness.blogspot.com/ http://www.mypulsa-abgroup.blogspot.com/ http://www.kaligrafikuningan.blogspot.com/http://www.jilbab-abgroup.blogspot.com/ http://www.1st-abgroup.blogspot.com/ http://www.nida-collection.blogspot.com/ http://www.1st-WeddingInfo.blogspot.com/


AddThis Social Bookmark Button






Sejarah Singkat Pembukuan Al-Qur’an

Para sahabat selalu antusias menerima Alquran dari Rasulullah saw., menghafal dan memahaminya. Ini merupakan suatu kehormatan bagi mereka. Anas r.a. berkata, "Seseorang di antara kami bila telah membaca surah Al-Baqarah dan Ali Imran, orang itu menjadi besar dalam pandangan kami." Begitu pula mereka selalu berusha mengamalkan Alquran dan memahami hukum-hukumnya.
Diriwayatkan dari Abu Abdurrahman as-Sulami yang mengatakan, "Mereka yang membacakan Alquran kepada kami, seperti Utsman bin Affan dan Abdullah bin Mas'ud serta yang lain menceritakan bahwa bila mereka belajar dari Nabi sepuluh ayat, mereka tidak melanjutkannya sebelum mengamalkan ilmu dan amal yang ada di dalamnya.
Mereka berkata, 'Kami mempelajari Alquran berikut ilmu dan amalnya sekaligus'."Rasulullah saw. tidak mengizinkan mereka menuliskan sesuatu dari dirinya, selain Alquran, karena beliau khawatir akan tercampur dengan yang lain. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Said al-Khudri, Rasulullah saw. bersabda, "Janganlah kamu menulis dari aku. Barang siapa menulis dari aku selain Alquran, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa yang dariku, dan itu tiada halangan baginya. Dan barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, ia menempati tempatnya di api neraka."Sekalipun setelah itu Rasulullah saw. mengizinkan kepada sebagian sahabat untuk menulis hadits, tetapi hal yang berhubungan dengan Alquran tetap didasarkan pada riwayat yang melalui petunjuk di zaman Rasulullah saw. di masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar ra.Kemudian datang masa kekhalifahan Utsman bin Affan r.a. dan keadaan menghendaki (seperti yang akan kami jelaskan nanti) untuk menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf.
Dan hal itu pun terlaksana. Mushaf itu disebut "Mushaf Imam". Salinan-salinan mushaf itu juga dikirimkan ke beberapa provinsi. Penulisan mushaf tersebut disebut Ar-Rasmu al-Utsmani, yaitu dinisbatkan kepada Utsman. Dan ini dianggap sebagai permulaan dari ilmu rasmil quran.Kemudian datang masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib r.a. Dan atas perintahnya, Abul Aswad ad-Du'ali meletakkan kaidah-kaidah nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku, serta memberikan ketentuan-ketentuan harakat pada Alquran. Ini juga dianggap sebagai permulaan i'rabil quran.Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna Alquran dan penafsiran ayat-ayatnya yang berbeda-beda di antara mereka, sesuai dengan kemampuannya yang berbeda-beda dalam memahami, dan karena adanya perbedaan lama tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah saw. Hal yang demikian diteruskan oleh murid-murid mereka, yaitu para tabi'in.
Di antara para mufassir(ahli tafsir) yang termasyhur dari kalangan sahabat adalah empat orang khalifah, kemudian Ibnu Mas'ud, Ibn Abbas, Ubai bin Ka'ab, Abdurrahman bin Auf , Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asyari dan Abdullah bin Zubair.Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas dan Ubai bin Ka'ab. Dan, apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti sudah merupakan tafsir Alquran yang sempurna, tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan penafsiran tentang apa yang masih samar dan penjelasan apa yang masih global. Mengenai para tabi'in (generasi kedua setelah generasi para sahabat), di antara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para sahabat, di samping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat.Di antara murid-murid Ibnu Abbas di Mekah yang terkenal ialah Sa'id bin Jubair, Mujahid, Ikrimah, bekas sahaya (maula) Ibnu Abbas, Thawus bin Kisan al-Yamani dan Atha' bin Abi Rabah.
Sementara, di antara murid-murid Ubay bin Ka'ab yang terkenal di Madinah adalah Zaid bin Aslam, Abul Aliyah dan Muhammad bin Ka'ab al-Qurazi. Di antara murid-murid Abdullah bin Mas'ud di Irak yang terkenal adalah al-Qamah bin Qais, Masruq, Al-Aswad bin Yazid, Amir Asy-Sya'bi, Hasan al-Basri, dan Qatadah bin Di'amah as-Sadusi.Ibnu Taimiyah berkata, "Adapun mengenai ilmu tafsir, orang yang paling tahu adalah penduduk Mekah, karena mereka sahabat Ibnu Abbas, seperti Mujahid, Atha' bin Abi Rabah, Ikrimah, maula Ibnu Abbas lainnya, seperti Thawus, Abusy-Sya'sa, Said bin Jubair, dan lain-lainnya. Begitu pula penduduk Kufah dari sahabat Ibnu Mas'ud, dan mereka itu mempunyai kelebihan dalam ilmu tafsir di antaranya adalah Zubair bin Aslam, Malik dan anaknya Abdurrahman serta Abdullah bin Wahb, mereka berguru kepadanya. Dan yang diriwayatkan dari mereka itu semua meliputi ilmu tafsir, ilmu gharibil quran, ilmu makki wal madani dan ilmu nasikh dan mansukh. Tetapi, semua ini didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan.
Pada abad ke-2 Hijriah tiba masa pembukuan (tadwin) yang yang dimulai dengan pembukuan hadis dengan segala babnya yang bermacam-macam, dan itu juga menyangkut hal yang berhubungan dengan tafsir. Maka, sebagian ulama membukukan tafsir Quran yang diriwayatkan dari Rasulullah saw. dari para sahabat atau dari para tabi'in. Di antara mereka itu, yang terkenal adalah Yazid bin Harun as-Sulami (wafat 117 H), Syu'bah bin Hajjaj (wafat 160 H), Waki' bin Jarrah (wafat 197H), Sufyan bin Uyainah (wafat 198), dan Abdurrazaq bin Hammam (wafat 112). Mereka semua adalah para ahli hadis; tafsir yang mereka susun merupakan salah satu bagiannya. Namun, tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai ke tangan kita. Kemudian, langkah mereka itu diikuti oleh segolongan ulama.
Mereka menyusun tafsir Alquran yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang paling terkenal di antara mereka adalah Ibn Jarir at-Thabari (wafat 310 H).
Sumber: Studi Ilmu-Ilmu Quran , terjemahan dari Mabaahits fii 'Uluumil Quraan, Manna' Khaliil al-Qattaan.
ABgroup Corporate


AddThis Social Bookmark Button

Indahnya Hidup Dibawah Naungan Al-Qur'an

“Dan barangsiapa berpaling dari adz-Dzikr-KU, maka sesungguhnya baginya kehidupan yg sempit dan KAMI akan menghimpunnya pada hari Kiamat dlm keadaan buta.” (QS Thaha, 20:124).SIKAP RASULULLAH SAW DAN PARA SAHABATNYA TERHADAP AL-QUR’AN Di dlm kitab Mabahits fi Ulumil Qur’an ust DR Manna Khalil al-Qaththan menggambarkan sikap Nabi Muhammad SAW dan kecintaan beliau kepada al-Qur’an sbb : Adalah Rasulullah SAW itu sangat mencintai wahyu… beliau senantiasa menunggu2 datangnya ayat2 ALLAH SWT dg penuh kerinduan..
Sehingga jika turun suatu ayat, maka tdk terasa bibirnya yg mulia itu segera bergerak2 menirukan ucapan Jibril as sblm wahyu itu selesai dibacakan… Sehingga ALLAH SWT menurunkan ayat yg menjamin Nabi SAW akan hafal seluruh al-Qur’an dan memerintahkan beliau SAW agar sabar mendengarkan dulu sampai ayat tsb selesai dibacakan baru kemudian mengikutinya (QS al-Qiyamah, 17-18).Hal ini begitu membekas dan mempengaruhi para sahabat ra dan para salafus shalih, sehingga mereka mencurahkan perhatian yg sangat besar terhadap ayat2 al-Qur’an, dan menjadikannya perintah harian dari RABB-nya, sebagaimana perkataan salah seorang sahabat mulia Ibnu Mas’ud ra : “Demi DZAT yg tdk ada Ilah kecuali DIA, tdk ada satupun surah al-Qur’an yg turun kecuali aku mengetahui dimana surah itu turun, di musim panas atau di musim dingin, dan tdklah satu ayatpun dari Kitabullah yg diturunkan kecuali aku mengetahui ttg apa ayat itu turun dan kapan ayat itu turun.”
Perhatian para sahabat dan salafus shalih yg luarbiasa besar ini kepada al-Qur’an bukanlah disebabkan karena pd wkt itu tdk ada peradaban lain yg maju dan modern (karena pd wkt itu dunia telah dikuasai oleh dua super power dg segala khazanah peradabannya, yaitu Byzantium di Barat dan Kisra di Timur), tetapi focusing tsb sengaja dilakukan oleh Rasulullah SAW agar membersihkan jiwa, pola pikir dan kehidupan para sahabat ra, karena proses kebangkitan sebuah generasi akan sangat tergantung pd apa yg menjadi dasar kebangkitan tsb.
Demikian pentingnya pembersihan mindframe ini sehingga beliau menegur Umar ra, ketika ia membaca al-Qur’an dan Taurat secara berganti2 untuk memperbandingkan, kata beliau SAW pada sahabatnya itu : “Buanglah itu! Demi DZAT yg jiwa Muhammad berada ditangan-NYA, seandainya Musa as masih hidup sekarang, maka tdk halal baginya kecuali harus mengikutiku, akulah penghulu para nabi dan akulah penutup para nabi..”
Sehingga sikap generasi sahabat Rasulullah SAW terhadap al-Qur’an adalah :
1. Membaca dengan benar, mengimani ayat-ayatnya dan mentadabburkannya. Firman Allah SWT : “Apakah mereka tidak mentadabburkan al-Qur’an? Ataukah dalam hati mereka ada kunci?” (QS Muhammad : 24).
2. Mencurahkan perhatian yang besar untuk membaca dan mempelajari kandungan al-Qur’an, yang sangat jauh berbeda dengan generasi kaum muslimin saat ini yang demikian jauh dari petunjuk PEMILIK dan PENCIPTA-nya, yang jangankan memahaminya, membacanyapun seolah tak ada waktu… Maha Benar ALLAH dg firman-Nya : “Pada hari dimana berkatalah Rasul : Wahai RABB-ku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Qur’an ini sebagai sesuatu yang ditinggalkan. Dan demikianlah KAMI jadikan bagi setiap nabi, musuh-musuh dari orang-orang yang berdosa, dan cukuplah RABB-mu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.” (QS al-Furqan : 30-31).
Berkata al-hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya : Yang dimaksud meninggalkan Al-Qur’an dalam ayat ini yaitu mencakup : Mengutamakan hal-hal lain daripada al-Qur’an, tidak beriman pada ayat-ayatnya, tidak mentadabburkannya, tidak memahami apa yg ia baca, tidak mengamalkan ayat-ayat yang dibaca, disibukkan oleh syair-syair, pendapat-pendapat dan lagu-lagu.. (Tafsir Ibnu Katsir, juz III hal 317)
3. Menjadikan Al-Qur’an sebagai standar kehidupan dan sumber pengambilan hukum dalam tiap aspek kehidupan mereka. Dalam salah satu hadits disebutkan:Dari Harts al-A’war ia berkata : Aku lewat di mesjid dan melihat orang-orang sedang asyik bercerita-cerita, maka aku kabarkan pada Ali ra : Wahai Amirul Mu’minin, tidakkah Anda mengetahui orang sedang asyik bercerita? Maka beliau menjawab : Apakah mereka melakukannya?
Maka jawabku : Benar! Maka kata beliau : Adapun aku pernah dinasihati oleh kekasihku SAW : Sesungguhnya kelak akan datang bencana.
Maka kataku : Bagaimana jalan keluarnya wahai Rasul Allah?
Maka jawab beliau SAW : Kitabullah! Karena di dalamnya terdapat kabar tentang ummat-ummat sebelum kalian, dan berita-berita tentang apa yang akan terjadi setelah kalian, dan hukum-hukum bagi apa yang terjadi di masa kalian, ia adalah jalan yg lurus dan tidak ada kebengkokan, tidaklah para penguasa yang meninggalkannya akan dihinakan ALLAH, dan tidaklah orang yang mencari petunjuk selainnya akan disesatkan ALLAH, dia adalah tali ALLAH yang sangat kokoh, cahaya-NYA yang terang benderang, peringatan-NYA yang paling bijaksana, jalan-NYA yg paling lurus.
Dengannya tidak akan pernah puas hati orang yang merenungkannya, dan tidak akan bosan lidah yang membacanya, dan tidak akan lelah orang yang membahasnya. Tidak akan kenyang ulama mempelajarinya, tak akan puas muttaqin menikmatinya. Ia tak akan bisa dipatahkan oleh banyaknya penentangnya, tak akan putus keajaibannya, tak akan henti-henti jin yg mendengarkannya berkata : Sungguh kami telah mendengar Al-Qur’an yg menakjubkan… Barangsiapa yang mempelajari ilmunya akan terdahulu,barangsiapa yang berbicara dengannya akan benar, barangsiapa berhukum dengannya akan adil, barangsiapa yang beramal dengan membacanya akan dicukupkan pahalanya, dan barangsiapa yang berdakwah kejalannya akan diberi hidayah ke jalan yg lurus.
Amalkan ini wahai A’war.. (HR ad-Darami dan teks ini darinya, juga diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan ia berkata hadits gharib)Keadaan Ummat Terdahulu (orang-orang Kafir) terhadap Kitab-kitab Mereka.Marilah kita bercermin pada profil ummat-ummat terdahulu terhadap kitab-kitab mereka dan marilah kita bandingkan dengan keadaan kita masing-masing, agar kita tidak tersesat sebagaimana mereka dahulu telah tersesat dari jalan ALLAH SWT :
1. Ummi (Bodoh tidak dapat membaca dan memahaminya)“Dan diantara mereka ada orang-orang yang ummi, tidak mengetahui isi Taurat, kecuali cerita-cerita dari orang-orang lain saja dan mereka hanya menduga-menduga saja.” (QS al-Baqarah : 78)
2. Beriman secara parsial“Apakah kalian beriman pada sebagian Taurat dan ingkar kepada sebagian yg lain.” (QS al-Baqarah : 85)
3. Berusaha untuk berpaling dari Al-Qur’an kepada selainnya“Dan sesungguhnya mereka hampir-hampir memalingkan kamu dari apa yang telah KAMI wahyukan kepadamu, agar kamu membuat selain al-Qur’an secara bohong terhadap KAMI, dan kalau sudah demikian tentulah mereka mengambilmu sebagai sahabat setia …” (QS al-Isra : 73)
4. Sengaja menghindar dari pengaruh Al-Qur’an“Dan orang-orang kafir berkata : Janganlah kalian mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al-Qur’an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kalian dapat mengalahkannya.” (QS Fushshilat : 26)
5. Cinta dunia dan takut mati“Sekali-sekali janganlah begitu! Sebenarnya kalian (hai manusia) mencintai kehidupan dunia dan lari dari akhirat.” (QS al-Qiyamah : 20-21)
Sumber : Abi Abdilah ikhwan.net
ABgroup Corporate



AddThis Social Bookmark Button

;;