Lihat Bisnis ABgroup yang lain :

Tentang Istri Solihah

Sifat istri shalihah lainnya bisa kita rinci berikut ini berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan setelahnya:

1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ اَلْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا، الَّتِى إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا، وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوقُ غَضْمًا حَتَّى تَرْضَى

“Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah, no. 287)

2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.

3. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya. Asma’ bintu Yazid radhiallahu ‘anha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita sedang duduk. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya?” Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab: “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami).” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَلاَ تَفْعَلُوا، فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانِ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيْقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُوْنَ

“Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan yang bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Adabuz Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid (pendukung) yang menjadikan hadits ini shahih atau paling sedikit hasan)

4. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ

“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”. (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)

5. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/ safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta‘ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya”. (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)

6. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda:

لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ

“Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya padahal dia membutuhkannya.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa. Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 289)

7. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan yang syar‘i, dan tidak menjauhi tempat tidur suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim no.1436)

إِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ مُهَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تَرْجِعَ

“Apabila seorang istri bermalam dalam keadaan meninggalkan tempat tidur suaminya, niscaya para malaikat melaknatnya sampai ia kembali (ke suaminya).” (HR. Al-Bukhari no. 5194 dan Muslim no. 1436)

Demikian yang dapat kami sebutkan dari keutamaan dan sifat-sifat istri shalihah, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi taufik kepada kita agar dapat menjadi wanita yang shalihah, amin.

asysyariah.com



AddThis Social Bookmark Button






Keutamaan Berdzikir, Berdo’a dan Bertaubat

Suatu saat, selepas shalat, Rasulullah Saw berbagi sapa dan berbincang bincang dengan para sahabat tentang pelbagai hal. Dalam perbincangan itu, Rasulullah menyampaikan keutamaan majelis dzikir, do’a dan permohonan ampun kepada Allah Swt. Selain itu, beliau juga menekankan bahwa Allah Swt boleh jadi mengabulkan do’a seorang hamba, menghindarkannya dari bencana yang belum turun, menyimpan pahala do’anya di akhirat atau menghapusnya dosa-dosanya.

Beliau pun berceramah :

Sesungguhnya Allah Swt memiliki beberapa malaikat yang terus menerus berkeliling mencari majelis dzikir. Ketika menemukan majelis dzikir, mereka terus duduk di situ dengan menyelimutkan sayap sesama mereka hingga memenuhi ruang antara mereka dan langit yang paling bawah.
Ketika majelis itu usai, mereka bubar dan kemudian naik kelangit. Ketika berada dilangit, mereka ditanya oleh Allah Swt. Yang sebenarnya lebih tahu ketimbang mereka, “Kalian datang dari mana? !”
“Kami datang dari sisi para hamba-Mu di bumi yang mensucikan-Mu, mengagungkan-Mu, mengesakan-Mu, memuji-Mu, dan memohon kepada-Mu!” jawab mereka.
“Apa yang mereka minta?” tanya Allah Swt.
“Mereka memohon surga-Mu, “jawab mereka penuh takzim.
“Apakah mereka pernah melihat surga-Ku?” tanya Allah swt lebih jauh
“Tidak, wahai Tuhan,” jawab para malaikat dengan takzim.
“Betapa seandainya mereka melihat surga-Ku?” kata Allah Swt.
“Mereka juga memohon perlindungan kepada-Mu, “ucap mereka tetap takzim.
“Dari apa mereka memohon perlindungan kepada-Ku?” tanya Allah Swt lagi.
“Dari Neraka-Mu, wahai Tuhan,” Jawab mereka terus dengan takzim.
“Apakah mereka melihat Neraka-Ku ?” tanya Allah Swt sekali lagi.
“Tidak“ jawab mereka serempak.
“Betapa seandainya mereka pernah melihat neraka-Ku,” kata Allah Swt.
“Mereka juga memohon Ampunan kepada-Mu, wahai Tuhan,” ucap mereka tetap dengan takzim.
“Aku telah mengampuni mereka, memberikan apa yang mereka mohon, dan melindungi mereka dari neraka,“ jawab Allah SWT.
“Wahai Tuhan, tapi dalam majelis mereka ada seseorang yang berdosa yang hanya kebetulan lewat lantas duduk bersama mereka,” lapor mereka.
“Dia juga Kami ampuni. Sebab, orang yang mau duduk bersama mereka tidak celaka !” jawab Allah SWT.

Sumber : buku “Mutiara Akhlak Rasulullah SAW” , penulis : Ahmad Rofi’ Usmani



AddThis Social Bookmark Button






Istriku Tidak Seperti yang Ku Dambakan

Untuk para pemuda yang akan menikah, untuk para suami yang telah mendapatkan pasangan hidupnya. Kisah ini layak dan perlu untuk ditelaah. Mungkin kau telah membayangkan dengan berbagai juta pesona yang akan kau dapati dari calon pendampingmu.Terukir indah dalam mimpimu setiap malam, dan ketika kau terjaga tampaklah senyum merekah dari bibirmu,… betapa tak sabar hatimu ingin meraihnya.
Namun, setelah kau bersamanya dan ia ada disisimu begitu dekat dengan dirimu. Matamu, jiwamu dan hatimu selalu bersamanya setiap waktu tiba-tiba kau merasa kecewa, kau temui ia tidak seperti yang kau dambakan, tidak seperti yang kau inginkan. Ibarat menelan pil pahit ingin segera kau muntahkan dari mulutmu tapi rasa pahit itu terlanjur menyerang di kerongkonganmu.Sulit untuk kau hilangkan dari lidahmu. Wahai para suami apa yang ingin kau lakukan??

Jika terbetik dalam hatimu untuk berpisah darinya maka tunggu dulu hingga kau membaca kisah ini, semoga kau bisa mengambil manfaat darinya dan semoga hatimu sedikit luruh melunak karenanya. Inilah kisahnya saudaraku, simaklah dengan baik-baik :
Ibnu Al-Jauzy mengatakan: “Ada satu riwayat yang dinisbahkan kepada Usman ibn Al-Nisabury: Pekerjaan apa yang ditangguhkan untukmu? Dia mengatakan ; Saya dalam memberikan kasih sayang, hingga keluargaku berupaya untuk menikahkanku, tapi aku tidak mau. Kemudian seorang wanita datang kepadaku lalu mengatakan : Wahai Abu Usman aku mencintaimu, demi Tuhan! Aku mohon padamu untuk menikahi aku. Kemudian aku menghadirkan bapaknya-orang yang tak punya- dan menikahkannya denganku, dengan demikian dia merasa girang dan gembira.

Ketika wanita itu masuk menghadapku, ternyata matanya buta sebelah, memiliki cacat, tidak cantik. Karena cintanya padaku ia melarangku untuk keluar, lalu aku duduk demi menjaga kegusarannya, dan aku tidak menampakkan kebencian sama sekali, seolah-olah aku menyingkirkan segala ketidak sukaan. Aku lakukan itu selama 15 tahun hingga ia wafat. Aku tidak memiliki apapun dari pekerjaanku kecuali aku menangguhkannya, demi untuk memelihara kegusaran hatinya. (Saidul khatir, 635-636)

Ibnu Qayyim mengatakan : “Dikatakan: Ada seseorang menikahi seorang wanita. Ketika masuk ia mendapati pada anggota tubuhnya cacar. Dia mengatakan: Aku menutupi kedua mataku, lalu aku katakan : Aku buta, setelah 20 tahun wanita itu wafat dan dia tidak mengetahui bahwa aku tidak buta. Kemudian dia ditanya mengapa demikian: Dia menjawab aku tidak ingin pandanganku menyedihkannya karena ada aib yang dimilikinya yaitu cacar” (Madarijus Salikin 2/326)

Kemudian simaklah kisah lainnya berikut ini:
Syaikh Dr. Muhammad ibn Luthfy as-Shabbagh mengatakan: Seorang kawan berbicara padaku bahwa gurunya menyimpan rahasia dengan suatu kenyataan yang terjadi dalam kehidupannya, dia mengatakan: Sesungguhnya aku telah menikahi istriku ini selama 40 tahun. Aku tidak pernah melihat satu halpun yang menggembirakan. Sejak hari pertama mempergaulinya, aku tahu dia cocok denganku dalam suatu hal, tapi dia adalah putri pamanku, dan aku yakin tidak ada seorangpun yang mau menanggungnya, aku tetap bersabar dengan penuh perhitungan. Allah subhanahu wata’ala mengaruniakanku beberapa putra yang baik dan shalih, dan memberiku pertolongan padanya untuk menjauhinya dengan menulis berbagai karangan. Dari karangan-karangan itulah aku berharap sumbangsih dalam ilmu pengetahuan dan sedekah jariyah yang mengalir. Dengan demikian, hubunganku yang kurang baik dengan istriku dapat menciptakan hubungan sosial yang produktif dan membangun. Keadaan ini mungkin tidak akan pernah terwujud seandainya aku menikah lagi dengan wanita lainnya.

Beliau mengatakan lagi: Seorang kawan yang lain mengajak aku ngobrol, dia mengatakan: Sejak hari-hari pertama aku menikah dengan istriku, aku benar-benar tidak punya keinginan dan tidak ada rasa cinta sama sekali, tetapi aku telah berjanji kepada Allah untuk bersabar atas masalah ini, tidak menyakitinya, dan aku rela dengan pemberian-Nya ini. Selama pernikahan ini, aku dianugerahi harta yang banyak, dikaruniai beberapa putra, kedamaian dan ketentraman. (nadzarat fil usrah al-muslimah, 196)

Apa pendapatmu setelah membaca kisah diatas?. Segala keputusan ada ditanganmu, wahai para suami,….Sungguh aku tidak ingin mencampuri kehidupan rumah tanggamu. Sebagai saudara seiman hanyalah sebuah nasehat yang ingin ku berikan kepadamu, Renungkanlah firman-Nya:
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (AN-Nisaa ;19) dan juga hadits berikut ini semoga hatimu terbuka olehnya:
“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Kalaupun dia tidak menyukai suatu akhlaknya yang buruk, mungkin di sisi lain ada akhlaknya yang dia senangi” (HR. Muslim no.845). Wallahu’alam bish-shawwab.

Triarianto - myQ Newbie - Sydney, Juni 2005

Sumber Rujukan:

1. Ringkasan Shahih Muslim, Pustaka Amani, Jakarta

2. Kesalahan-kesalahan Suami, (lihat hal:114-116) Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Pustaka Progresif,Surabaya.



AddThis Social Bookmark Button






Rahasia Kematian dan Kehidupan

Kematian adalah perjalanan yang pasti dilalui oleh semua manusia. Mereka tidak bisa menghindarinya. Allah swt berfirman: “
Tiap-tiap yang berjiwa pasti mati…” (QS 3:185).

Perjalanan yang pasti dilalui itu mengisyaratkan kepada kita bahwa diri kita diselimuti berbagai rahasia dan misteri. Sampai hari ini, ilmu pengetahuan belum dapat memahami esensi kehidupan dan kematian.
Allah swt menisbatkan mati dan hidup kepada Diri-Nya dalam berbagai ayat Al-Quran Al-Karim:
“Yang menjadikan mati dan hidup…” (QS 67:2).
“Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan…” (QS 40:68).

Ilmu pengetahuan sampai saat ini belum dapat membedakan secara akurat antara sel-sel hidup dan sel-sel mati. Sel-sel hidup membangkitkan kegiatan kehidupan, sedangkan sel-sel kematian tidak mampu membangkitkannya; tetapi secara lahiriah perbedaan itu tidak dapat diketahui sebabnya. Padahal sebenarnya kedua jenis sel itu sama materi dan strukturnya. Keduanya terdiri atas kalsium, ferum, dan hidrogen. Hanya saja sel-sel hidup mampu membangkitkan kegiatan yang dahsyat yang tidak mampu dilakukan oleh sel-sel mati. Sel-sel hidup itu pun tidak akan mati sampai terhentinya kegiatan kehidupan yang didukungnya. Anehnya, ketika kehidupan terhenti sel-sel itu juga tidak berkurang strukturnya sama sekali.

Surat kabar Iththila’at di Iran, edisi 10160, pernah menulis tentang komentar pertemuan ilmiah yang diadakan untuk mengkaji seputar masalah tersebut:

“Setelah seribu tahun yang akan datang, manusia akan dapat mengungkapkan misteri kehidupan, tetapi bukan berarti bahwa manusia akan dapat menciptakan lalat, serangga, ataupun sel-sel hidup. Objek kajian seperti itu ditegaskan oleh para ilmuwan pada seminar dengan topik Darwin. Pada akhir seminar itu, seorang profesor dari Amerika, Hans, mengumumkan bahwa pada seribu tahun yang akan datang, para ilmuwan akan dapat mencurahkan perhatiannya untuk mengungkap misteri kehidupan.”

Dari ungkapan tersebut dapat dipahami bahwa persoalan mati dan hidup berada di luar kekuasaan manusia. Setiap manusia pasti mati pada suatu saat nanti. Yang bisa dilakukan oleh ilmu pengetahuan hanyalah menjauhkan sebagian sebab-sebab kematian dari manusia. Misalnya, penemuan berbagai bakteri penyakit, serum yang dapat menjaga dan menolak penyakit, perkembangan ilmu kedokteran dan ilmu bedah, serta pembasmian penyakit menular dan sebagainya.

Ada juga upaya-upaya yang bagus untuk menghilangkan ketuaan pada diri seseorang dan memanjangkan umur manusia sebatas yang bisa dilakukan. Sayangnya, setiap kajian yang dilakukan untuk memperpanjang umur manusia hanya berkisar pada pencegahan penyakit dan pengobatannya, baik yang menyangkut penyakit saraf maupun penyakit jiwa. Akan tetapi, semua kajian itu sama sekali tidak dapat mengusik-usik pengaruh perilaku manusia terhadap panjang umurnya, atau pengaruh dosa terhadap berkurangnya umur. Semua itu kembali kepada perilaku ilmu pengetahuan itu sendiri yang membatasi dirinya hanya pada tabung-tabung penelitian, kajian sebab-akibat yang sifatnya material, dan mengabaikan semua hal yang tidak masuk ke dalam kerangka inderawi dan percobaan yang berdasarkan sebab-akibat tersebut. Akibat kerangka pemikiran yang sempit itu, hubungan sebab-akibat yang non-material tidak dapat dipahami dan tidak masuk akal. Misalnya, hubungan antara kebohongan dan memutuskan silaturahim dengan berkurangnya umur. Begitu pula hubungan antara kejujuran dan silaturahim dengan panjangnya umur.

Hubungan sebab-akibat seperti itu tidak mungkin masuk dalam kerangka uji-coba penelitian material, karena hubungan tersebut berkaitan dengan hal-hal gaib yang disampaikan kepada kita melalui hadis-hadis yang bersumber dari wahyu Ilahi.

Patut disebutkan juga di sini bahwa para ilmuwan mengakui kesempitan jangkauan ilmu pengetahuan yang dihasilkan dari kerangka inderawi dan percobaan sebab-akibat material. Mereka menyatakan bahwa dunia yang mereka ketahui melalui indera dan percobaan berdasarkan sebab-akibat materialistik adalah kecil, bahkan sangat kecil dibandingkan dengan alam lain yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Sayangnya esensi alam itu belum bisa dijangkau oleh berbagai uji coba tersebut.

Maurice Materlink, seorang ilmuwan Eropa, yang dikatakan sebagai Socrates-nya zaman modern ini walaupun nilainya masih jauh di bawah Socrates sendiri, ia mengatakan: “Saya ingin mengulangi perkataan saya lagi bahwasanya saya tidak mengetahui sesuatu pun. Saya ulangi sekali lagi bahwa tidak ada seorang pun yang mengetahui sesuatu. Jika ada seseorang yang mengetahui sesuatu pasti dia akan memberitahukannya kepada manusia yang lain, dan semua orang pasti mengetahui dirinya serta memahami rahasia penciptaan alam ini. Dari sini dapat kita pahami bahwa rahasia penciptaan, rahasia-rahasia alam semesta dan akhirnya, hanyalah Tnerupakan hasil rekaan yang terbersit dalam benak kita. Atas dasar itu, kita membangun teori-teori yang berkaitan dengan masalah tersebut, di mana teori-teori tersebut akan terus dipakai selama belum diketahui adanya kekurangan dalam teori itu. Apa yang saya katakan tentang persoalan ini pun adalah hasil pemikiran saya sendiri dan saya pun tidak mengklaim bahwa yang saya katakan adalah benar. Jika ada seseorang di dunia ini yang mengakui kebenaran perkataannya mengenai rahasia penciptaan alam ini, maka kita perlu melihat sejauh mana kebenaran pengakuannya.” (Dunya Dekar, hlm 5)

Arbery, seorang ilmuwan Inggris, mengatakan:
“Pengetahuan kita bagaikan setetes air dan ketidaktahuan kita bagaikan samuderanya. Setiap kali tetes air itu membesar, maka setiap kali itu pula samudera akan semakin membesar. Boleh jadi generasi-generasi terdahulu telah mengalami kemajuan dalam dunia ilmu pengetahuan dan bisa menyingkap rahasia-rahasia alam ini yang barn, akan tetapi sangat menyedihkan, bahwa kita sekarang ini mesti mengakui keticlaktahuan kita mengenai rahasia wujud ini, misteri kehidupan dan kematian, filsafat penciptaan, dan lain-lain. Begitu pula misteri yang belum terungkap oleh ilmu pengetahuan sekarang ini.
Mengapa kita semakin jauh? Sekarang ini, kita tidak mengetahui siapa diri kita sendiri, dan tidak mengetahui keterkaitan antara diri kita dengan alam semesta. Tidak ada yang mengetahui dari mana kita datang clan hendak ke mana kita pergi setelah kita mati. Me¬mang kita tidak mengetahui apa-apa dan terpaksa meletakkan tanda tanya besar di hadapan semua itu…” (Dar Jistajwi Khusybakhte, hlm 221)

Ilmuwan terkenal, Plamarbon mengatakan:
“Saya melihat dan berpikir, tetapi apa yang disebut dengan aktivitas berpikir? Tidak seorang pun dapat memberikan jawaban atas pertanyaan ini. Saya berjalan, dan apakah sebenarnya hakikat perbuatan otot-otot ini? Tidak seorang pun dapat mengetahuinya. Kehendakku adalah kekuatan, tetapi kekuatan yang immaterial. Bahkan semua keistimewaanku yang bersifat ruhani adalah immaterial. Aku dapat mengangkat tanganku kapan pun kuinginkan. Keinginanku itu dapat menggerakkan sisi materi dari bagian tubuh saya. Lalu apakah hakikat peristiwa ini? Lalu apakah yang menjadi perantara antara kekuatan immaterial dan gerakan tubuh yang material ini?
Tidak seorang pun dapat memberikan jawaban atas pertanyaan ini. Katakanlah kepada saya: “Bagaimanakah caranya saraf-saraf penglihatan memindahkan gambar dari luar ke pikiran? Lalu apakah hakikat pikiran itu? Bagaimana hasil itu dapat dicapai? Dan di mana tempatnya? Lalu bagaimanakah cara kerja otak kita? Saya dapat melontarkan pertanyaan seperti itu sampai sepuluh tahun yang akan datang. Tetapi tidak seorang ilmuwan pun yang sanggup memberikan jawaban memuaskan atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.” (Irthibath Insan va Jahan, hlm. 20-23)

Oliver Lag, seorang ilmuwan Barat terkenal, mengatakan:
“Apa yang kita ketahui sungguh sangat sedikit sekali dibandingkan dengan apa yang tidak kita ketahui. Sebagian ilmuwan mengulang-ulang ungkapan tersebut tanpa keyakinan, tetapi saya mengatakannya penuh keyakinan dan keimanan.” (Irthibath Insan va Jahan, hlm 23)

Banyak lagi pengakuan-pengakuan lain mengenai kekurangan ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Kita menganggap cukup untuk mengutip pernyataan dari para ilmuwan Barat. Kita kutipkan di sini pernyataan dari ilmuwan Timur, Abu Ali ibn Sina yang banyak mengucapkan kata-kata ini menjelang ajalnya:
“Kita mati tetapi kita tidak membawa hasil apa-apa kecuali kita mengetahui bahwa kita tidak punya ilmu apa-apa.”

Anehnya, kita melihat bahwa di samping pengakuan-pengakuan dari para ilmuwan tersebut, kita juga melihat ilmuwan yang mengeluarkan pernyataan dengan penuh keluguan dan kepolosannya yang sama sekali tidak mempercayai segala sesuatu di alam semesta yang tidak masuk di akal mereka, dan dengan tegas mengingkari segala sesuatu yang tidak bisa mereka buktikan dalam tabung-tabung penelitian, dan laboratorium-laboratorium bedah mereka.

Dituturkan dari orang bijak, Budzarjamhar, bahwa ada seorang perempuan yang mendatanginya lalu mengajukan pertanyaan kepadanya. Dia menjawabnya tidak tahu.
Perempuan itu mengatakan: “Sungguh keterlaluan, sang raja telah memberi Anda sejumlah harta kekayaan setiap bulan, tetapi Anda tidak dapat memberikan pertanyaan yang saya ajukan.”
Budzarjamhar yang bijak menjawab: “Sesungguhnya sang raja memberikan sejumlah harta ini atas pengetahuan yang kumiliki, dan jika dia hendak memberikan imbalan atas hal-hal yang tidak kuketahui, niscaya dia tidak akan mampu memberikannya meskipun ia memberikan harta kekayaan yang ada di gudangnya.”(Al-Kasykul 3: 310)

Bagaimanapun, semua ilmuwan sepakat mengenai keterbatasan ilmu pengetahuan manusia. Dan memang begitulah yang ditegaskan oleh Al-Quran:
“…Tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS 17:85).

Kita mengetahui bahwa sesungguhnya Allah swt memilih para nabi untuk diutus kepada manusia agar menjelaskan kepada mereka jalan kebahagiaan, dan menunjukkan kepada mereka kebaikan, serta menjauhkan mereka dari malapetaka yang timbul di dalam masyarakat manusia karena berbagai sebab. Tindakan seperti itu dilakukan, karena ketidaktahuan umat manusia mengenai detail dan dimensi hal-hal yang membahayakan dan menguntungkannya. Oleh karena itu, manusia akan menghadapi berbagai macam kesulitan dan kerusakan jika dia menjauhi petunjuk para nabi. Dan begitu pula sebaliknya, mereka akan meraih berbagai mkmat dan kebahagiaan yang hakiki bila mengikuti petunjuk para nabi. Nash-nash berikut ini menegaskan tentang adanya keterkaitan tersebut.

“Apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri…” (QS 42:30).
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia….” (QS 40:42).

Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata: “Jauhilah melakukan dosa, tidak ada bencana, kekurangan rizki kecuali karena dosa, sampai pun mencakar, melukai hati, dan mencelakakan orang.” (Khishal Al-Shaduq 2:616)

Imam Ja`far Al-Shadiq (sa) berkata: “orang yang mati karena dosanya adalah lebih banyak dibanding orang yang mati karena memang ajalnya sudah tiba.” (Bihar Al-Anwar 5:140)

Dari hadis yang lain, juga diriwayatkan darinya: “Ketahuilah bahwa tidak ada satu bau badan yang keluar, cacat, sakit kepala, dan penyakit yang lain hinggap pada manusia kecuali karena dosa yang dilakukannya.” (Ushul Al-Kafi 3: 370)

Itulah uraian yang berkaitan dengan pengaruh dosa yang dilakukan oleh manusia. Adapun hal-hal yang ada kaitannya dengan pengaruh amal kebaikan terhadap kebahagiaan manusia, Imam Ja`far Al-Shadiq (sa) berkata:

“Orang yang dapat hidup dengan kebaikan yang dilakukannya adalah lebih banyak daripada orang yang hidup karena jatah umurnya.” (Bihar Al-Anwar 73: 354)

Beliau juga mengatakan: “orang yang hidup dengan kebaikan mereka jumlahnya lebih banyak ketimbang orang yang dapat hidup karena memang iatah umurnya. Dan orang yang mati karena dosanya adalah lebih banyak dibandingkan dengan orang yang mati karena memang ajalnya sudah tiba.” (Biharul Anwar 5:140)

Persoalan ini berkaitan erat dengan keyakinan terhadap konsep Al-Bada’. Berdasarkan riwayat-riwayat tersebut tampak bahwa manusia memiliki dua macam ajal. Pertama, ajal yang pasti (hatmiy) bila kematian manusia telah betul-betul tiba, dan dia tidak bisa menghindar darinya, dan kedua, ajal yang ditangguhkan (mawquf) atau bersyarat (mu’allaq), di mana ajal dapat ditunda dengan berdoa atau bersedekah.

Imam Muhammad Al-Baqir (sa) berkata kepada Muhammad bin Muslim: “Maukah kamu kuberitahu sesuatu yang mengandung kesembuhan dari segala macam penyakit sampai kepada rasa kejenuhan?” Muhammad menjawab: “Ya,” kemudian Imam Al-Baqir (sa) menjawab: “Itu adalah doa.” (Falah Al-Sail, hlm 28)

Bahkan, takdir-takdir kita yang lain pun banyak yang mirip bentuknya dengan hal di atas, yaitu diubahnya takdir kita akibat amal perbuatan yang kita lakukan.
Hamran, salah seorang sahabat Imam Muhammad Al-Baqir (sa) pernah mengatakan kepadanya bahwa dia pernah bertanya kepada beliau tentang firman Allah:
“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi satu ajal yang ditentukan yang ada pada sisi-Nya…” (QS 6:2).
Imam Al-Baqir mengatakan: “Yaitu dua ajal. Pertama, aial yang pasti yang telah dijatuhkan temponya (hatmiy) dan ajal yang ditangguhkan.” (Ushul Al-Kafi 1: bab Al-Bada’)

Ada juga riwayat-riwayat lain yang mengandung makna yang sama dengan riwayat tersebut, dan juga merupakan penafsiran dari ayat itu, yang berasal dari para imam Ahlul Bayt Nabi saw.

Sehubungan dengan masalah ini, banyak sekali kisah yang bersumber dari riwayat-riwayat dari Ahlul bait Nabi saw, yang semuanya dipenuhi dengan pelajaran tentang persoalan ini. (disarikan dari kitab Iqab Adz-Dzunub)

Oleh: Syamsuri Rifai
ABgroup Corporate



AddThis Social Bookmark Button






Kekuatan Ikhlas

Ikhlas adalah melakukan amal, baik perkataan maupun perbuatan ditujukan untuk Allah semata. Alquran menyuruh kita ikhlas (QS Yunus [10]: 105). Rasul SAW mengingatkan, ''Allah tidak menerima
amal kecuali apabila dilaksanakan dengan ikhlas untuk mencari ridha Allah semata.'' (HR Abu Dawud dan Nasa'i). Imam Ali RA juga berkata, ''Orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amal diterima oleh Allah.''
Kendati bersimbah peluh, berkuah keringat, menghabiskan tenaga, menguras pikiran, kalau tidak ikhlas, sebesar apa pun amal, sia-sia di mata Allah. Maka, sungguh rugi orang yang bertempur, mempertaruhkan nyawa dengan niat ingin disebut pahlawan, atau orang yang sedekah habis-habisan hanya ingin disebut dermawan.

Seorang sufi menuturkan, ''Ikhlas berarti engkau tidak memanggil siapa pun selain Allah SWT. Untuk menjadi saksi atas perbuatanmu.'' Ikhlas menjadi benar-benar teramat penting yang akan membuat hidup ini menjadi indah, ringan, dan bermakna.

Ikhlas akan membuat jiwa menjadi independen, merdeka, tidak dibelenggu pengharapan akan pujian. Hati menjadi tenang karena ia tidak diperbudak penantian mendapat penghargaan ataupun imbalan dari makhluk. Penantian adalah hal yang tidak nyaman, menunggu pujian atau imbalan adalah hal yang dapat meresahkan, bahkan bisa mengiris hati bila ternyata yang datang sebaliknya, caci maki. Orang yang tidak ikhlas akan banyak menemui kekecewaan dalam hidup, karena ia banyak berharap pada makhluk yang lemah, ia mengikatkan diri pada tali yang rapuh.

Jabatan tak kan membuat terpesona hati orang yang ikhlas. Ia tidak ujub dengan jabatan setinggi langit, dan tidak minder dengan jabatan yang rendah. Dalam benaknya Allah menilai bukan dari jabatan, tapi tanggung jawab terhadap amanah dari jabatannya itu. Ia sangat yakin akan janji dan jaminan Allah yang Mahakaya.

Justru imbalan manusia tiada apa-apanya dibanding imbalan Allah SWT. Sungguh tak ada risau, tak khawatir ditipu, dikhianati, bila dekat dengan seorang hamba yang ikhlas. Justru sebaliknya, orang akan merasa nyaman karena sikap dan tutur katanya menghargai dan menyejukkan, penuh manfaat, karena orang yang ikhlas perhatiannya fokus memberi yang terbaik untuk Allah yang selalu menatapnya. Imbasnya akan memberi kebaikan pada orang yang berada di kanan-kirinya. Dan Allah beri penghargaan pada mereka (QS An-Nisa [4]: 146). Subhanallah, adakah yang lebih berharga dari pemberian Allah? Maka, nikmat Tuhan manakah yang kita dustakan?

Sumber : Jebel Firdaus, Republika



AddThis Social Bookmark Button






;;